Karimunjawa (UNAS) – Rangkaian Workshop on Macroalgae Biodiversity yang diselenggarakan Universitas Nasional (UNAS) memasuki hari ketiga dengan kegiatan lapangan yang memberikan pengalaman langsung bagi para peserta. Pada Senin (8/12), peserta workshop mengikuti praktik budidaya rumput laut di Pantai Mrican, Kemujan, Karimunjawa, untuk mempelajari teknik penanaman dan pengeringan sebagai bagian dari pemahaman menyeluruh mengenai potensi makroalga di Indonesia.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt., menjelaskan bahwa kegiatan lapangan ini menjadi jembatan penting antara teori dan praktik. “Kami ingin peserta tidak hanya memahami makroalga secara akademik, tetapi juga melihat langsung potensi besarnya bagi pangan, farmasi, hingga energi terbarukan,” ujarnya di lokasi kegiatan.
Pada sesi praktik, peserta mempelajari metode budidaya menggunakan sistem long line dengan dua teknik berbeda, yaitu tali anting dan tali rafia. Kedua teknik ini memiliki karakteristik tersendiri.
Tali anting dikenal kuat menghadapi gelombang dan arus, serta dapat digunakan hingga tiga tahun. Namun, proses pemasangannya perlu dilakukan di darat sehingga membutuhkan persiapan lebih panjang.
Sementara itu, tali rafia memungkinkan pemasangan bibit langsung di laut, tetapi kurang tahan terhadap gelombang tinggi dan hanya dapat digunakan sekitar dua bulan karena bibit lebih mudah rontok.
Dari praktik tersebut, peserta memperoleh gambaran nyata mengenai dinamika budidaya rumput laut—from penyiapan bibit, pemeliharaan, hingga proses pengeringan yang menjadi tahap penentu kualitas pascapanen.
Atika Amalia Firdaus, mahasiswi Magister Biologi UNAS semester empat, mengaku mendapatkan banyak pengalaman baru selama mengikuti kegiatan di lapangan. “Saya mendapatkan pengetahuan berbasis traditional knowledge mengenai tahapan penanaman, pemeliharaan, hingga pengeringan rumput laut yang siap diolah,” tuturnya. Ia menambahkan bahwa interaksi dengan para pembudidaya memperkaya pemahamannya tentang nilai budaya dan etos kerja masyarakat pesisir.
“Budidaya rumput laut bukan hanya soal teknik, tetapi juga membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan komitmen. Para petani memiliki solidaritas tinggi dan pengetahuan alami yang sangat berharga,” lanjutnya. Atika juga mengapresiasi kelompok UMKM setempat yang mampu mengolah rumput laut menjadi berbagai produk bernilai ekonomis bagi wisatawan.
Ia berharap praktik budidaya ini terus didukung oleh pemerintah, akademisi, lembaga riset, dan industri agar keberlanjutan dan peningkatan kualitas budidaya dapat terwujud. Pengalaman tersebut juga diharapkan dapat memperkaya penelitian yang sedang ia jalankan mengenai potensi bioaktif makroalga. “Semoga dukungan lintas sektor dapat memperkuat daya saing petani sekaligus memberi manfaat bagi dunia akademik,” ujarnya.
Kegiatan hari ketiga menjadi agenda penting dalam memperkuat pemahaman peserta mengenai peran makroalga dalam ekologi, ekonomi, dan peluang riset masa depan. (SAF)
Bagikan :
