Karimunjawa (UNAS) — Universitas Nasional (UNAS) menyelenggarakan workshop bertema “The Wonders of Macroalgae” di Pulau Kemojan, Karimunjawa, pada 5–9 Desember 2025. Kegiatan ini diikuti sekitar 50 peserta dari kalangan akademisi, peneliti, dan peserta program Capacity Building for Conservation and Development (CBCD). Hadir pula dosen dari UNAS, Universitas Pancasila, Universitas Sriwijaya, Universitas Lampung, serta perwakilan dari Tim Marketing & Public Relations, Biro Kerja Sama, dan Biro Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat UNAS.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama UNAS, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt., menyampaikan apresiasi atas antusiasme seluruh peserta, termasuk mereka yang datang dari luar kota dan luar negeri. Ia menyebut workshop ini sebagai momentum penting untuk memperdalam pengetahuan tentang kekayaan hayati Indonesia, khususnya potensi makroalga.

Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama UNAS, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt.
Makroalga atau rumput laut memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang luas. Selain berperan sebagai pakan organisme laut, makroalga memiliki potensi sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, bioenergi, dan pangan. Melalui workshop ini, peserta mempelajari keanekaragaman makroalga di Taman Nasional Karimunjawa, teknik budidaya, serta peluang pengembangan produk bernilai tambah berbasis sumber daya laut.
Selama kegiatan, peserta juga diperkenalkan dua teknik analisis cepat, yakni RAMES dan GIBEX Method, yang dipaparkan oleh Antonia. Kedua metode ini memungkinkan deteksi bioaktivitas makroalga secara langsung di lapangan. Selain itu, metode analisis terbaru seperti RANGE dan DEVEX turut dibahas sebagai pendekatan ilmiah yang dapat digunakan dalam penelitian modern dan pemetaan aktivitas ekologi makroalga.
Peneliti Rutgers University Prof. Dr. Ilya Raskin.

Ilmuwan internasional, Prof. Ilya Raskin, juga menyampaikan perkembangan mutakhir riset produk alami, termasuk mikroalga. Ia menjelaskan bahwa produk alami dari tumbuhan dan mikroalga semakin penting dalam pengembangan obat dan terapi biomedis. Menurutnya, satu spesies tumbuhan mampu menghasilkan ribuan senyawa kimia yang tidak dapat diproduksi oleh fasilitas industri konvensional. Riset modern kini bergerak menuju pendekatan biologis, terapi gen, dan teknologi terapeutik yang memanfaatkan biodiversitas.
Dari sisi pengelolaan kawasan, perwakilan Taman Nasional Karimunjawa, Isay Yusidarta, S.T., M.Sc., memaparkan sistem zonasi konservasi yang meliputi Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Penangkapan Tradisional. Ia menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan pulau-pulau kecil sebagai penyedia pangan, obat-obatan, dan sumber daya hayati lainnya. Ia juga menjelaskan berbagai tantangan penelitian makroalga, termasuk fenomena toll cancer, spesiasi, dan dinamika simbiosis yang masih memerlukan kajian lebih mendalam.
Isay menambahkan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menjalankan program budidaya makroalga seluas 10.000 hektare, dengan 500 hektare di wilayah Jepara dan Karimunjawa. Meski membuka peluang ekonomi besar, ia mengingatkan bahwa budidaya harus dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan ekologis.

Narasumber dari perwakian Taman Nasional Karimunjawa Isay Yusidarta, S.T., M.Sc.,
Survei ekologi di Karimunjawa dilakukan setiap tiga tahun sejak 2012 di 43 titik pengamatan, meliputi Pulau Limau, Binteng, Sembrungi, Sablangan, dan Buni. Hasil survei menunjukkan penurunan tutupan karang pada 2016 akibat pemanasan global, bukan aktivitas manusia. Sejak 2019, kondisi karang mulai menunjukkan pemulihan meski tekanan iklim masih berlangsung. Tutupan makroalga alami berada di bawah 5%, jauh lebih rendah dibanding kawasan budidaya yang bisa mencapai 15%.
Terkait isu lingkungan, Isay menegaskan bahwa makroalga budidaya jenis Kappaphycus alvarezii (cottonii) tidak mencemari ekosistem karang di Karimunjawa. Makroalga lokal tumbuh secara alami dan tidak menimbulkan gangguan pada substrat. Ia juga menyampaikan bahwa setiap pengambilan sampel di kawasan konservasi wajib memiliki Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) sebagai bentuk pengawasan dan tanggung jawab penelitian.
Workshop ini menegaskan komitmen bersama antara UNAS, akademisi, peneliti, pemerintah, dan pengelola kawasan dalam mendukung konservasi laut dan pengembangan riset makroalga di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan menjadi pijakan penting bagi riset biologi laut dan inovasi berbasis biodiversitas untuk masa depan yang berkelanjutan.(MAR)
Bagikan :


